Aceh Asia.com | Banda Aceh – Revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang saat ini tengah berproses di DPR RI disebut sebagai warisan atau legacy dari tiga Presiden Republik Indonesia, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Prabowo Subianto.
RUU Pemerintahan Aceh (RUUPA) pertama kali dirancang pada 2005/2006 sebagai hasil implementasi dari perjanjian damai MoU Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005. Perjanjian ini mengatur isu keamanan, reintegrasi, kewenangan, serta pembagian pendapatan, dan disebut sebagai warisan dari masa pemerintahan Presiden SBY.
Selain itu, substansi RUUPA juga mencantumkan klausul-klausul dari Undang-Undang Otonomi Khusus Aceh Nomor 18 Tahun 2001, yang memberikan Dana Otsus sebesar 2% dari Dana Alokasi Umum Nasional selama 20 tahun. Kebijakan ini merupakan warisan pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Sementara itu, draft revisi terbaru UUPA tahun 2025 telah disusun oleh DPR Aceh dengan fokus pada perpanjangan Dana Otsus, perluasan kewenangan Aceh, serta pembagian pendapatan.
Draf tersebut telah diserahkan kepada Badan Legislasi dan Komisi II DPR RI untuk dibahas lebih lanjut. Jika disahkan tahun ini, revisi tersebut akan menjadi bagian dari warisan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Atas nama Pemerintah dan Rakyat Aceh, kami mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan dan Anggota Komisi II DPR RI yang telah mendengarkan aspirasi Pemerintah Aceh dan seluruh pemerintah kabupaten/kota dalam pertemuan di Kantor Gubernur Aceh,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman.
Kamaruzzaman menyebutkan bahwa saat ini pembahasan revisi UUPA belum dilakukan, namun informasi yang diterima menunjukkan kemungkinan akan dibentuk panitia kerja (panja) di DPR RI.
“Harapan kita, pembahasan di tingkat panja bisa segera dilakukan, karena ini hal yang sangat urgent. Semoga tahun 2026 sudah ada persetujuan perubahan UUPA sesuai dengan keinginan Aceh,” ujarnya.







