Acehasia.com | Jakarta – Sejak ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 28 Maret 2025, Peraturan Pemerintah tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tunas mulai menuai respon positif dari masyarakat. Hal tersebut didapatkan dari hasil peninjauan Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) terhadap pemberitaan daring di berbagai media.
“Respons positif terlihat dari hasil pemantauan kami terhadap media sosial dan pemberitaan daring. Sejak disahkan, tercatat 3.618 pembicaraan di media sosial dan 696 artikel media online yang membahas PP Tunas, dengan dominasi sentimen positif sebesar 54 persen,” ujar Meutya Hafid, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), dalam audiensi bersama Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK), Jakarta, pada Rabu (09/04/2025).
Meski diumumkan sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri 1446 H, namun angka perbincangan terhadap PP Tunas mencapai angka tertinggi pada 30 Maret 2025. Ini menunjukkan regulasi yang menegaskan peran negara dalam menciptakan ruang digital yang aman dan sehat bagi anak-anak Indonesia menjadi sorotan publik yang masuk dalam kategori mendesak.
“Momen peluncuran yang bertepatan dengan H-1 Lebaran justru menunjukkan bahwa perlindungan anak adalah isu yang dirasa mendesak oleh masyarakat, terlepas dari suasana libur nasional,” jelasnya.
Regulasi ini mengatur tanggung jawab penyelenggara sistem elektronik dalam melakukan verifikasi usia, pengendalian konten, serta edukasi digital yang sesuai bagi anak. Meutya melanjutkan bahwa pengesahan PP Tunas merupakan langkah nyata pemerintah dalam melakukan perlindungan terhadap anak. Dimulai dari memastikan elektronik, termasuk platform digital memiliki pengawasan dan fitur yang mendukung pengamanan anak.
“Ini merupakan wujud keberpihakan negara kepada generasi penerus bangsa. Presiden Prabowo menugaskan kami agar anak-anak Indonesia terlindungi secara menyeluruh di ruang digital. Langkah ini sudah berjalan dan akan terus kami lanjutkan ke tahapan implementasi,” kata Menkomdigi.
Meutya juga turut menggarisbawahi evaluasi dan masukan publik yang mengambil peran penting dalam penguatan kebijakan. Hal tersebut berkaca dari 2 persen sentimen negatif mengenai kurang transparannya proses penyusunan hingga dianggap terburu-buru.
“Kami terbuka pada kritik yang membangun. Proses penyempurnaan akan terus dilakukan agar implementasi PP Tunas lebih inklusif dan efektif,” tutur dia.
Secara keseluruhan, mayoritas masyarakat di sosial media merespon positif terhadap peluncuran PP Tunas. Tak hanya dari pemberitaan di media online, namun tanggapan tersebut juga lahir dari strategi sosialisasi regulasi yang dijalankan Kemkomdigi, berupa memperkuat kesadaran publik tentang isu perlindungan anak di ruang digital melalui media film adolescence di Netflix, menggelar Forum Group Discussion (FGD) hingga menerima masukan dari berbagai organisasi non pemerintah seperti PSPK terkait cara melindungi anak dari dampak negatif di ruang digital.
“Nah ini kembali kita mau ajak NGO kemudian Kementerian dan Lembaga juga. Kita mau ajak, tapi intinya we want the public to be on our side kurang lebih begitu. Yang berikutnya jaga ruang digital untuk anak, ini key message-nya,” ujar Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media (Dirjen KPM) Kemkomdigi, Fifi Aleyda Yahya.[]







