AcehAsia.com | Banda Aceh – Pohon yang tengah viral dan dijuluki “Pohon Jeju” oleh warga Banda Aceh sebenarnya bukan berasal dari Korea Selatan. Pohon ini bernama asli soga (Peltophorum pterocarpum) dan merupakan tanaman tropis yang umum tumbuh di wilayah pesisir, termasuk di kawasan Pelabuhan Ulee Lheu, tempat pohon ini kini banyak menarik perhatian.
Julukan “Pohon Jeju” muncul karena bentuk dan warna bunganya sekilas menyerupai bunga canola yang bermekaran di Pulau Jeju saat musim semi. Mahkotanya berwarna kuning cerah dengan kelopak menggelombang, memiliki benangsari kekuningan, dan serbuk sari yang padat. Meski tampilannya memesona dan cocok sebagai pohon hias, soga ternyata menyimpan potensi jauh lebih besar, khususnya bagi ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan.
Soga tumbuh subur di dataran rendah dengan ketinggian di bawah 100 meter di atas permukaan laut. Ia tahan terhadap musim kemarau pendek, dengan estimasi satu hingga tiga bulan tanpa hujan. Karakter ini menjadikannya cocok ditanam di daerah tropis seperti pesisir Aceh, baik sebagai penghias maupun peneduh.
Tak hanya indah, pohon ini termasuk tanaman agroforestry yang bermanfaat sebagai penahan angin dan penghasil pupuk hijau alami. Batangnya berbentuk silindris dan memiliki cabang tinggi yang memberikan keteduhan maksimal, menjadikannya ideal untuk kawasan RTH di kota-kota besar.
Sebuah penelitian bertajuk “Estimasi Simpanan Karbon pada Tegakan Pohon di Taman Diponegoro, Kelurahan Lempongsari, Kota Semarang” mencatat bahwa pohon soga memiliki potensi penyimpanan karbon mencapai 110,25 ton per hektare. Angka ini menunjukkan kontribusi besarnya dalam mitigasi perubahan iklim, terutama di wilayah perkotaan yang minim tutupan pohon besar.
Namun, ada hal yang perlu diperhatikan: seluruh bagian pohon soga bersifat racun dengan tingkat toksisitas sedang. Bila tertelan oleh manusia, gejalanya dapat berupa mual, muntah, dan diare. Sementara itu, bagi hewan peliharaan seperti anjing dan kucing, tumbuhan ini dapat menyebabkan gangguan sistem pencernaan. Oleh karena itu, penanaman pohon ini di sekitar permukiman perlu mempertimbangkan faktor keamanan, khususnya bagi anak-anak dan hewan peliharaan.
Di luar aspek ekologisnya, soga juga memiliki nilai budaya dan ekonomi. Kulit bagian dalamnya dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam industri batik tulis. Warna yang dihasilkan berupa coklat kekuningan yang menjadi ciri khas batik tradisional. Ini menjadikan batik berbahan soga sebagai produk ramah lingkungan sekaligus simbol keterhubungan manusia dengan alam.
Kayu pohonnya pun bisa dimanfaatkan sebagai bahan alternatif untuk perabot rumah tangga, seperti lemari, furnitur, peralatan dapur, hingga aksesori rumah. Hal ini penting mengingat semakin langkanya jenis kayu berkualitas di pasaran.
Meski dinamai “Pohon Jeju”, tanaman ini tidak tumbuh di Pulau Jeju yang beriklim sedang. Ia hanya ditemukan di wilayah tropis seperti Indonesia, Sri Lanka, dan sebagian besar Asia Tenggara. Penyebutan “Jeju” semata karena visualnya yang mengingatkan pada lanskap Korea di beberapa film drama Korea, bukan karena kesamaan ekologi.
Dengan keindahan visual, daya serap karbon tinggi, serta potensi pemanfaatan di bidang seni dan furnitur, pohon soga alias “Pohon Jeju” layak dipertimbangkan sebagai tanaman prioritas untuk pengembangan ruang terbuka hijau di Banda Aceh dan kota-kota tropis lainnya. Meski memesona, bijak menanam dan mengenal sifat racunnya tetap diperlukan agar manfaatnya tidak berbalik menjadi risiko.(Rin)







