Aceh Asia.com | Banda Aceh, — Memperingati dua dekade perdamaian Aceh, Pemerintah Aceh melalui Badan Reintegrasi Aceh (BRA) menggelar acara “Hari Damai Aceh” di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh. Peringatan ini menghadirkan para tokoh nasional dan internasional yang pernah terlibat langsung dalam proses perundingan damai Aceh–RI pada 2005 silam.
Dalam pidato pembukaannya, Ketua BRA, Jamaluddin, menegaskan bahwa meskipun perdamaian telah bertahan selama 20 tahun, sejumlah butir Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki masih belum sepenuhnya direalisasikan. Ia menilai, keberlanjutan damai Aceh hanya bisa terjaga dengan mengimplementasikan seluruh kesepakatan secara konsisten.
“Untuk merawat damai ini, cukup dengan menjalankan butir-butir perjanjian. Dengan begitu, manfaatnya dapat dirasakan seluruh lapisan masyarakat, termasuk mantan kombatan,” ujar Jamaluddin.
Salah satu poin penting yang disorot Jamaluddin adalah perlunya perhatian negara dalam memberikan akses pendidikan bagi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Menurutnya, pendidikan menjadi kunci sukses reintegrasi yang lebih menyeluruh.
“Perjalanan pendidikan saya sampai selesai tidak pernah memakai uang negara, namun itu tidak menghentikan saya untuk terus belajar. Harapan saya, negara memberikan dukungan pendidikan bagi mantan kombatan yang ingin melanjutkan sekolah,” tegasnya.
Jamaluddin juga mengingatkan bahwa masih banyak kesepakatan MoU Helsinki yang belum terwujud, sehingga pemerintah pusat dan daerah perlu berkomitmen penuh untuk merealisasikannya dalam tahun-tahun mendatang.
Acara puncak peringatan ini ditandai dengan pelepasan burung merpati oleh Wali Nanggroe Aceh, Gubernur Aceh, Ketua BRA, serta delegasi internasional sebagai simbol perdamaian yang terus terbang tinggi.







