• About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact
  • Home
  • Liputan
  • Politik
  • Bisnis
  • Teknologi
  • Entertainment
    • All
    • Gaming
    • Movie
    • Music
    • Sports
    8632

    ‎Gubernur Mualem Lepas Kontingen PON Beladiri 2025 ke Kudus

    8617

    Soedarmo Pastikan Musorprovlub KONI Aceh 2025 Siap Dilaksanakan Sesuai Tahapan

    8585

    Aceh Jadi Tuan Rumah Pertama Indonesia Open Fencing Championship 2025

    8534

    Bonus PON 2024 Tak Kunjung Diberikan, Demi Indonesia Nadita Aprilia Terbang ke Norwegia

    8467

    Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025 Selesai, Kejati : Terus Dorong Kreativitas

    8460

    Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025 Resmi Dibuka

  • Lifestyle
    • All
    • Fashion
    Ketua Dekranasda Aceh Siap Dukung Program Dekranas Pusat

    Ketua Dekranasda Aceh Siap Dukung Program Dekranas Pusat

    Wali Kota Banda Aceh Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Kemajuan Olahraga

    Wali Kota Banda Aceh Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Kemajuan Olahraga

    Rekomendasi Kafe Buku Di Banda Aceh, Alternatif Me Time Berkualitas

    Rekomendasi Kafe Buku Di Banda Aceh, Alternatif Me Time Berkualitas

    Staf Ahli Gubernur Resmikan Zona Kuliner Halal, Aman, dan Sehat di RSUDZA

    Staf Ahli Gubernur Resmikan Zona Kuliner Halal, Aman, dan Sehat di RSUDZA

    Wagub Fadhlullah Promosi Kopi Gayo kepada Rombongan Menteri Besar Kelantan

    Wagub Fadhlullah Promosi Kopi Gayo kepada Rombongan Menteri Besar Kelantan

    Wagub Fadhlullah Ajak BI Bersinergi Kembangkan UMKM Aceh

    Wagub Fadhlullah Ajak BI Bersinergi Kembangkan UMKM Aceh

    Trending Tags

    • Golden Globes
    • Game of Thrones
    • MotoGP 2017
    • eSports
    • Fashion Week
  • Podcast
No Result
View All Result
  • Home
  • Liputan
  • Politik
  • Bisnis
  • Teknologi
  • Entertainment
    • All
    • Gaming
    • Movie
    • Music
    • Sports
    8632

    ‎Gubernur Mualem Lepas Kontingen PON Beladiri 2025 ke Kudus

    8617

    Soedarmo Pastikan Musorprovlub KONI Aceh 2025 Siap Dilaksanakan Sesuai Tahapan

    8585

    Aceh Jadi Tuan Rumah Pertama Indonesia Open Fencing Championship 2025

    8534

    Bonus PON 2024 Tak Kunjung Diberikan, Demi Indonesia Nadita Aprilia Terbang ke Norwegia

    8467

    Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025 Selesai, Kejati : Terus Dorong Kreativitas

    8460

    Adhyaksa Aceh Auto Fest 2025 Resmi Dibuka

  • Lifestyle
    • All
    • Fashion
    Ketua Dekranasda Aceh Siap Dukung Program Dekranas Pusat

    Ketua Dekranasda Aceh Siap Dukung Program Dekranas Pusat

    Wali Kota Banda Aceh Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Kemajuan Olahraga

    Wali Kota Banda Aceh Tekankan Pentingnya Kolaborasi untuk Kemajuan Olahraga

    Rekomendasi Kafe Buku Di Banda Aceh, Alternatif Me Time Berkualitas

    Rekomendasi Kafe Buku Di Banda Aceh, Alternatif Me Time Berkualitas

    Staf Ahli Gubernur Resmikan Zona Kuliner Halal, Aman, dan Sehat di RSUDZA

    Staf Ahli Gubernur Resmikan Zona Kuliner Halal, Aman, dan Sehat di RSUDZA

    Wagub Fadhlullah Promosi Kopi Gayo kepada Rombongan Menteri Besar Kelantan

    Wagub Fadhlullah Promosi Kopi Gayo kepada Rombongan Menteri Besar Kelantan

    Wagub Fadhlullah Ajak BI Bersinergi Kembangkan UMKM Aceh

    Wagub Fadhlullah Ajak BI Bersinergi Kembangkan UMKM Aceh

    Trending Tags

    • Golden Globes
    • Game of Thrones
    • MotoGP 2017
    • eSports
    • Fashion Week
  • Podcast
No Result
View All Result
No Result
View All Result

Hadi Surya: Kondisi, Peluang, Hingga Regulasi Sektor Investasi di Aceh

acehasia by acehasia
May 23, 2025
in Liputan, Podcast
0
Hadi Surya: Kondisi, Peluang, Hingga Regulasi Sektor Investasi di Aceh

AcehAsia.com | Banda Aceh – Aceh dengan sumber daya alam melimpah sudah sepatutnya bisa berdiri di kaki sendiri dalam membangun perekonomian. Sejumlah permasalahan yang menyebabkan kurang optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan menjadikan provinsi ini masih digadang sebagai provinsi termiskin. Hadi Surya, anggota DPRA Komisi III dari Daerah Pemilihan 9 (Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, dan Singkil), melihat potensi dan peluang yang besar sudah dimiliki Aceh sejak dulu. Berikut pandangan Hadi Surya terkait kondisi perinvestasian di Aceh.

Bagaimana Anda melihat kondisi investasi di Aceh saat ini?

Investasi di Aceh ini sudah mulai bergeliat, sudah mulai baik. Tinggal pemerintah daerah memberi jaminan kenyamanan, jaminan kepastian pada investasi di Aceh. Kita lihat beberapa dekade terakhir, investasi di Aceh ini agak susah berkembang karena faktor konflik. Pasca konflik, ini sudah saatnya Aceh berbenah, bagaimana kemajuan-kemajuan Aceh ini bisa terwujud.

Apakah Saat Ini Investor Mudah Masuk Ke Aceh?

Sebenarnya, dengan beberapa investasi-investasi besar yang ada di Aceh, sudah menjadi cerminan bagi investor lain untuk masuk ke Aceh karena sumber daya alam di Aceh ini sangat bagus, khususnya di Pantai Barat Selatan. Perkebunan bagus, perikanan dan kelautan bagus, pariwisata bagus, kemudian pertambangan juga bagus. Nah, ini juga ketika ada investor yang sudah berhasil kita buat nyaman, itu menggait investor-investor lain untuk masuk ke Aceh.

Anda Juga Dikenal Sebagai Peternak Ayam Petelur. Mengapa Memilih Usaha Ini?

Dulu 2017, saya memulai bisnis di sektor peternakan ayam petelur. Awalnya coba-coba kecil-kecilan karena melihat kenapa Aceh tidak bisa mandiri telur. Itu tahun 2017 kita memulai dengan populasi 1.000 ekor, dan sampai sekarang Aceh itu masih belum bisa mandiri untuk protein di komoditi telurnya. Maka langkah awal, ya coba mendirikan sendiri. Pertama ingin membantu teman-teman untuk membuka lapangan pekerjaan. Kemudian setelah dilihat prospeknya bagus, makanya kita coba kembangkan.

Sementara untuk Aceh ini belum bisa mandiri telur. Sebenarnya, untuk potensinya sangat bagus. Artinya, kalau untuk Aceh Selatan saja, itu hampir Rp38 miliar per tahun uang Aceh Selatan itu beredar ke Medan. Bahkan saya punya data, untuk hitung-hitungan untuk Aceh, itu sekitar rata-rata konsumsi telur itu 105 butir per tahun per kapita. Tanpa disadari, dalam setahun, itu 365 hari, kita konsumsi telur itu 105 butir; apakah itu untuk mie pokok, kue. Kita akumulasi per kapita berdasarkan data statistik. Maka dengan jumlah penduduk kita 5,4 juta jiwa, kita butuh 576 juta butir per tahun. Maka, kalau kita asumsikan dengan harga Rp1.400 per butir, itu uang Aceh yang beredar di Sumatera Utara itu Rp800 miliar per tahun. Harusnya itu bisa kita kelola sendiri.

Bagaimana Peran Pemerintah Menurut Anda Dalam Mendukung Inisiatif Semacam Ini?

Maka saya punya konsep dulu bagaimana memberdayakan BUMG. Maka saya, karena Komisi III mitra kerjanya adalah PEMA, menawarkan ke PEMA dalam rapat kerja beberapa bulan kemarin. Saya menginginkan PEMA ini menjadi kakeknya BUMG. Jadi bapaknya BUMD. Artinya, BUMD kita sasar ke sektor pangan, artinya komoditi unggulan kita untuk masyarakat adalah pertanian, perkebunan, dan peternakan.

Maka, PEMA menjadi bapak angkatnya BUMD daerah seperti Aceh Selatan. Bagaimana ini berkolaborasi antara PEMA dan BUMD Aceh Selatan. Kemudian, BUMG-BUMG ini di kabupaten menjadi bapaknya BUMG. Artinya, memang ada wilayah yang memang potensialnya di peternakan, kita kembangkan peternakan. Ada wilayah yang potensialnya di perkebunan, kita kembangkan perkebunan. Mereka bisa sharing-sharing modal antara BUMD, BUMG, dan PEMA. Ini bisa bersinergi. Artinya, untuk produksi bisa oleh BUMG Gampong, untuk distribusi di tingkat koordinasi BUMD, kemudian untuk komoditi ekspor ini bisa di-handle oleh PEMA.

Itulah konsepnya. Untuk bahasanya, PEMA ini menjadi kakeknya BUMG. Misalnya, untuk hulunya seperti pembibitan—kalau untuk sektor telur—itu PEMA yang pikir. Kemudian untuk pakan, itu BUMG yang pikir. Untuk pengoperasian usaha, itu BUMD yang pikir. Sehingga dari hulu ke hilir sudah bisa menguasai. Dan itu sangat mungkin. Karena, perlu saya angkat di sini, semoga didengar oleh masyarakat Aceh, kalau untuk SDM kita di sektor peternakan yang perlu kita ketahui adalah dosen USK itu penulis buku best seller tentang unggas. Beliau adalah dosen peternakan USK.

Artinya, untuk SDM kita cukup. Dan perlu kita ketahui juga, untuk yang menguasai pabrik-pabrik besar pakan di Sumatera Utara itu, mereka menggali ilmu di USK—alumni Fakultas Kedokteran Hewan USK. Dulu, satu-satunya fakultas atau jurusan Kedokteran Hewan di Sumatera itu hanya ada di USK. Maka, yang sekarang petinggi-petinggi di luar sana—baik Java, Mabar, Malindo—itu pernah mengenyam pendidikan di USK, walaupun bukan orang Aceh, tapi menuntut ilmunya di Aceh. Nah, itu untuk SDM sudah cukup.

Untuk SDA, sumber bahan bakunya pakan itu juga melimpah di Aceh. Untuk komposisi jagung saja, 50% dari bahan pakan dasar itu melimpah di Aceh. Maka tinggal melihat ada wilayah di Aceh untuk tanam jagung, BUMG-nya fokus ke jagung. Ada wilayah nanti yang bisa untuk peternakan kandangnya. Nah, untuk sharing modalnya bisa ke BUMD dan PEMA. Sangat mungkin untuk diwujudkan jika semua serentak dijalankan.

Menurut Anda, Apa Yang Menjadi Penghambat Utama Selama Ini Dalam Realisasi Potensi Tersebut?

Kalau saya lihat, dalam Bahasa Acehnya, pertumbuhan usaha-usaha masyarakat kita di Aceh ini “lagei bak jok timoh lam uteun”—tumbuh sendiri-sendirinya. Tapi kalau memang ini kita buat ada regulasi yang mengatur, misalkan gini, ada satu daerah yang saya pelajari, mereka bisa swasembada daging itu hanya dengan sebuah regulasi.

Artinya gini, kita kadang-kadang kalah dengan pesaing luar ketika kita mulai. Ini yang ditakutkan oleh peternak ketika mereka panen, katakanlah ayam pedaging atau daging sapi, ketika mereka panen itu harganya dihantam oleh pengusaha luar. Nah, pengusaha luar itu memang sudah kuat dengan modal, jual murah untuk membunuh pengusaha lokal.

Maka, ada sebuah regulasi: setiap sapi yang masuk di wilayah mereka wajib karantina di perbatasan. Misalnya, kita mau mengambil kasus di Aceh Besar, setiap sapi yang masuk ke wilayah Aceh Besar itu wajib dikarantina. Biaya karantina itu mahal. Sehingga untuk jual murah di wilayah Aceh Besar ini tidak mungkin.

Tapi pemerintah menyediakan bibit sapi, kemudian menyediakan peternakan sapi yang cukup swasembada di Aceh Besar. Sehingga harga daging sapi per kilo itu Rp100 ribu atau Rp150 ribu. Dan untuk sapi yang masuk dari luar itu, dengan alasan kesehatan, dikarantina dulu apakah sebulan atau seminggu—buat regulasi tentang itu. Jadi untuk bersaing dengan harga lokal itu tidak mampu lagi.

Ini bisa berhasil dan sangat mungkin untuk menerapkan hal-hal yang demikian dari sisi politisnya. Tapi dengan catatan, usaha tersebut sudah swasembada. Jangan sampai sapi di luar enggak bisa masuk, sapi di dalam enggak ada. Orang masuk enggak bisa, kita pun enggak bisa mengelola.

Tapi itu sangat mungkin kita lakukan untuk kasus protein daging, misalnya. Demikian juga dengan telur. Kalau sudah mandiri telur, sudah swasembada telur, telur-telur yang masuk dari luar harus kita periksa kesehatannya. Dengan alasan itu, sehingga tidak bisa lagi masuk telur dari luar. Sehingga kita bisa mandiri. Dan masih mungkin untuk sektor ayam petelur. Tapi untuk sektor daging itu sudah tidak mampu lagi kita bendung.

Apa Tantangan Paling Besar Untuk Mewujudkan Kemandirian Seperti Itu?

Saya pernah mengeluarkan pernyataan tahun 2017 lalu di Bappeda Aceh. Saya meyakini bahwa 2020 ke atas, 2021 sampai sekarang, tidak ditemukan lagi pengusaha lokal, pengusaha masyarakat, melakukan usaha ayam pedaging secara mandiri di Aceh. Dan itu terbukti.

Karena para pengusaha besar itu sudah berhasil membangun sistem perbudakan modern di Aceh. Dan itu pernyataan saya. Kenapa saya bilang perbudakan modern? Perusahaan besar itu menyediakan bibit, disediakan pakan, diambil hasil. Harga bibit, harga pakan, harga jual mereka yang tentukan.

Kan itu sistem perbudakan modern. Saya yang memberikan bibit, saya yang memberikan pakan, silakan kalian pelihara. Setelah panen, saya ambil hasilnya, saya yang jual keluar, tapi harga jual saya tentukan.

Dan ini sudah semua di Aceh ini tidak ditemukan lagi petani, peternak, atau masyarakat yang membudidaya ayam pedaging secara mandiri. Tidak ada lagi. Semua sudah bermitra dengan luar. Kalau memang pernah mau coba-coba belajar pelihara sendiri, tapi ketika pasarnya itu dihantam oleh mereka, karena mereka sudah punya kaki sampai ke pengecer di pasar-pasar kecil.

Makanya ini kalau 2017 dulu masih mampu kita bendung, dan pemerintah hadir untuk pendampingan, pembinaan, serta penguatan peternak-peternak kecil di Aceh, masih ada peluang begitu. Tapi sekarang sudah tidak mampu kita bendung lagi.

Apakah Anda Melihat Kesalahan Dalam Program Pemberdayaan Ekonomi Selama Ini?

Dalam konsep memahami pemberdayaan ekonomi itu adalah memberdayakan yang berdaya sebenarnya. Kalau secara harfiyahnya, pemberdayaan ekonomi, pemberdaya, memberdayakan—dia sudah berdaya, kita berdayakan.

Karena praktiknya beda. Memisahkan antara pemberdayaan dengan bantuan. Ketika misalnya saya, yang tidak punya, tidak berdaya, diberikan program pemberdayaan, sehingga program pemberdayaan saya ini mandek, mati. Harusnya saya diberikan bantuan sosial.

Tapi konsep sekarang, yang praktik, yang terlihat di lapangan, pemberdayaan ekonomi itu kepada kelompok-kelompok rentan yang diberikan, sehingga tidak hidup. Misal contoh, ada bantuan bibit kambing untuk masyarakat. Dan misalkan tidak berdaya untuk mengelola ini, sehingga hari ini PHO, hari ini saya terima, biasanya dijual. Berevolusi lah kambing ini menjadi kulkas, menjadi rice cooker, menjadi blender. Tidak produktif.

Tapi kalau saya punya konsep, yang diberi bantuan adalah pengusaha-pengusaha yang sudah berdaya. Nah, kemudian mereka diberikan beban membangun plasma sesuai dengan bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Misalnya, Kak Eka punya usaha, katakanlah peternakan kambing. Dapat suntikan dana lagi yang diberikan oleh pemerintah—bantuan pemerintah pemberdayaan kambing—katakanlah seribu ekor kambing. Dikonversikan dalam bentuk barang, itu seribu ekor kambing. Maka kontrak dengan Kak Eka itu harus mampu membangun plasma dengan jangka waktu tiga tahun.

Melihat Peluang Di Wilayah Barat Selatan, Bidang Apa Yang Menurut Anda Potensial Ditawarkan Ke Calon Investor?

Bidang perikanan ya bagus. Kemudian bidang pertambangan punya potensi biji besi, potensi tembaga, emas—di Pantai Barat Selatan itu bagus. Kemudian perkebunan, luas lahan sawitnya juga luas, dan sekarang kan TPUnya juga masih dikirim ke luar.

Mungkin jika ada investasi yang lain yang masuk, bisa untuk membangun pabrik minyak goreng di Aceh. Banyak peluang-peluang yang bisa kita tarik atau kita tawarkan ke investor yang masuk. Kemudian juga seperti pertambangan kan itu bagus.

Apakah Anda Optimis Dengan Masa Depan Investasi Di Aceh?

Mari kita mulai dengan hal-hal yang kecil. Kalau memang selama ini kan banyak generasi muda kita itu terjebak dengan PNS, kerja PNS, kerja kontrak, dan seterusnya. Sebenarnya, menjadi wirausaha itu jauh lebih menarik, jauh lebih asyik. Mereka bisa lebih mandiri, dengan kehidupan sendiri.

Ya, harapannya ya sama-sama kita kawal. Dan saya yakin—dan saya yakin dan optimis—di pemerintahan Muallem–Dek Fadh ini punya konsep-konsep untuk menumbuhkan investasi-investasi itu.

Kalau kita bicara sektor investasi, ya seperti perusahaan-perusahaan besar. Pesannya akan masuk ke Aceh, kemudian kita akan diskusikan nanti di Ladong, di perusahaan-perusahaan Ladong. Kemudian ini juga sudah mulai bagus lah. Dan kita berharap, di pemerintahan Muallem–Dek Fadh ini, terbukanya peluang-peluang pekerjaan, lapangan kerja baru untuk masyarakat-masyarakat kita.[]

Previous Post

Plt Sekda: Pemerintah Aceh Berkomitmen Dukung Percepatan Ekspor Komoditas Unggulan

Next Post

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Gelar Go Bolding XIX

acehasia

acehasia

Next Post
Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Gelar Go Bolding XIX

Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Gelar Go Bolding XIX

  • About
  • Advertise
  • Privacy & Policy
  • Contact

© 2025 Aceh Asia ..

No Result
View All Result

© 2025 Aceh Asia ..