AcehAsia.com | Banda Aceh – Dengan warisan aroma lokal yang melimpah, Pemerintah Kota Banda Aceh kini siap meluncurkan inisiatif “Kota Parfum”. Wangi dari seulanga, jeumpa, nilam, sereh, cengkeh, kopi, hingga kayu manis, akan dijadikan sebagai identitas ekonomi kreatif baru yang berdaya saing nasional maupun internasional. Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengatakan bahwa parfum bukan sekadar produk estetika, melainkan bagian dari cultural branding dan simbol identitas suatu daerah.
“Banda Aceh adalah kota sejarah, kota spiritual, kota peradaban. Hari ini, kita ingin Banda Aceh juga dikenal sebagai kota inovasi. Parfum akan menjadi representasi dari nilai dan jati diri daerah yang bisa mengharumkan Banda Aceh secara harfiah dan maknawi,” ujar Illiza saat memberikan sambutan pada Seminar dan Loka Karya Nasional “Road to Launching Banda Aceh Kota Parfum” yang diadakan di Landmark BSI Banda Aceh pada Jumat (23/05/2025).
Ia menuturkan, potensi Banda Aceh bukan hanya pada bahan baku lokal, tetapi juga pada proses bernilai tambah, mulai dari penyulingan, formulasi aroma, desain kemasan, hingga kekuatan cerita dan strategi pemasaran. Inisiatif ini disebut sebagai langkah awal membangun ekosistem industri parfum yang terintegrasi, melibatkan akademisi, pelaku usaha, komunitas kreatif, dan pemerintah.
Dalam sambutannya, Illiza juga mengumumkan potensi kolaborasi nasional dengan Provinsi Kalimantan Timur. Peluncuran resmi kota parfum direncanakan akan dilakukan bersama pemerintah provinsi tersebut dalam waktu dekat di Jakarta.
“Insya Allah kita akan launching bersama dengan Kalimantan Timur. Salam hormat dari Gubernur Kalimantan Timur yang hari ini tidak bisa hadir karena ada PSU di sana,” tambahnya.

Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Aryo Sugiarto, menekankan pentingnya kesinambungan gagasan kota parfum di masa depan. Ia menyebutkan bahwa city branding dibangun melalui tiga hal: citra, cerita, dan cita. Hal tersebut menjadi potensi yang harus dimanfaatkan dan dijaga harus diwujudkan dan dilanjutkan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dengan baik.
“Kota parfum tidak boleh hanya ada di masa Bu Illiza. Ini harus berlanjut dan semakin kuat. Ekosistem harus dibangun utuh dari hulu ke hilir, tidak bisa hanya dari pemerintah atau satu dinas saja,” katanya.
Sekretaris Umum Badan Ekonomi Kreatif, Dessy Ruhati juga turut menyoroti bahwa industri kreatif, khususnya berbasis nilam dan turunannya, telah menunjukkan potensi sebagai mesin pertumbuhan ekonomi baru di Aceh. Namun, ia mengingatkan pentingnya peningkatan kualitas SDM dan kesadaran terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Semua karya dan nama produk wajib didaftarkan HAKI. Kami siap memfasilitasi sertifikasinya bersama pemda,” tegasnya.(Rin)







